Thursday, March 30, 2017

Jobless Saga - 4: Menghitung Sahabat

Seorang bertanya kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a

Wahai Ali, kulihat sahabat-sahabatmu begitu setia sehingga mereka banyak sekali, berapakah jumlah sahabatmu itu..?"

Sayyidina Ali menjawab, "Nanti akan kuhitung setelah aku tertimpa musibah!" 


***



Saya belum mengecek ke-shahih-an penggalan cerita di atas, tapi saya sangat setuju dengan substansinya. 

Dan pada masa-masa jobless, saya bisa melihat siapa saja yang peduli dan siapa saja yang tiba-tiba menjadi sibuk atau sulit dihubungi jika dimintai tolong. 

Read more

Tuesday, March 28, 2017

Jobless Saga – 3: Interview ‘Lucu-lucu’

Selepas menyandang status pengangguran, saya tak segera mendapatkan pekerjaan. Sementara satu persatu kolega mulai mendapatkan pekerjaan atau kesibukan baru.

Pada awalnya, saya masih bersemangat dan berpikiran positif. Saya juga selalu antusias jika mendengar ada mantan kolega yang sudah mendapatkan pekerjaan baru. Tak hanya senang melihat yang bersangkutan sudah keluar dari kesulitan, itu juga berarti saya punya channel baru di suatu perusahaan sehingga saya bisa menitipkan CV. Setelah tak mendapatkan tawaran yang solid setelah beberapa bulan, saya sebenarnya sempat mempertanyakan kemampuan diri saya sendiri dan apa added value yang bisa saya tawarkan kepada calon employer. Dari semuanya, saat-saat mempertanyakan self-worth inilah yang paling sulit. Alhamdulillah, di saat saya merasa down, selalu ada hal-hal yang kembali menaikkan rasa percaya diri saya. 

Saya sendiri sebenarnya beberapa kali mendapatkan respon dari aplikasi yang saya kirim, kebanyakan dari Jakarta, dan ada pula yang dari Belanda, negara yang saya anggap sebagai rumah ke-2 saya. Kebanyakan dari mereka tidak memberi kabar lagi setelah melakukan interview kecuali yang dari Belanda. Sudah merupakan suatu kebiasaan (atau budaya) di Belanda bahwa setiap interview harus ditindaklanjuti oleh feedback untuk menghindari ambiguitas. Di Indonesia tidak begitu. Jika tidak ada kabar, kemungkinan besar perusahaan yang kita lamar belum berminat.

Tapi tidak seluruhnya juga yang demikian. Sebelum memasuki perusahaan X yang akhirnya me-layoff saya ini, saya juga menjalani proses rekrutmen di perusahaan C yang merupakan perusahaan yang paling saya inginkan. Saya tidak mendengar kabar lagi dari mereka seteah 2 bulan sejak menjalani medical check-up. Pada saat saya sudah deal dengan X, C lalu memanggil. Saya harus menolak walaupun sebenarnya paket mereka sedikit lebih bagus. Alasan lain penolakan saya adalah, saya diberikan jabatan dan tempat bekerja yang tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Sudahlah, namanya bukan rezeki.

Apa saya menyesal sekarang ini? Entahlah. Setiap kali saya menceritakan kepada orang lain tentang hal ini, kebanyakan dari mereka akan menyesalkan keputusan saya. Biarkan, saya yang paling tahu apa yang membuat saya senang, kok. Beruntung saya punya keluarga yang selalu suportif kepada saya sehingga saya selalu merasa nyaman dengan keadaan saya.

Singkat cerita, saya berhasil mendapatkan panggilan untuk interview, tapi ada beberapa yang tidak akan saya lupakan.

Perusahaan A

Ini adalah interview yang difasilitasi oleh seorang agen dari Singapura. Semua prosesnya serba cepat. Si agen berhasil mendapatkan jadwal interview untuk saya, tapi dia tidak menjelaskan detailnya, untuk project apa, dan termasuk nama orang dan fungsi yang meng-interview saya. Dan semuanya dilakukan dengan telepon, bukan email. Saya adalah orang yang nyaman dengan segala sesuatu yang ada hitam di atas putihnya. Jika tahu nama dan fungsi pewawancara, saya bisa kepo-in mereka di Linkedin untuk mendapatkan gambaran tentang latar belakang mereka. Gak hanya mereka yang akan mewawancara saya, saya juga harus mewawancarai mereka. 

Pada jam yang telah disepakati, saya mendapat panggilan telepon untuk interview (kami sepakat untuk phone interview). Ada 3 orang pewawancara saya.
  • Ternyata mereka menanyakan hal teknis yang sangat detail, seperti temperatur dan tekanan pada reaksi pembentukan ammonia. Saya dengan jujur mengatakan bahwa saya mengerjakan itu sudah lama sekali dan saya memang tidak berusaha mengingatnya.
  • Pewawancara lain dengan aksen Jawa yang sangat kental bersikeras menguji kemampuan Bahasa Inggris saya. Jujur, saya agak kesulitan pada saat itu karena saya bahkan tidak bisa menangkap apa yang dia katakan.
  • Lalu si pewawancara dari HR menanyakan apa yang saya lakukan setelah lulus sampai mendapatkan pekerjaan saya yang pertama sekali. Hmm, bukankah hal itu sudah lama. Mungkin akan lebih relevan jika dia menanyakan apa yang saya lakukan semasa menganggur.

Terus terang, saya agak kehilangan semangat melanjutkan proses rekrutmen. Dan gayung bersambut, mereka pun tidak memanggil saya lagi, hehe.

Perusahaan B
Setelah 2 hari mengirimkan aplikasi, saya dipanggil untuk interview oleh HR officer yang bernama A. Saya mengiyakan. Lalu, saya pun disuruh menyiapkan berbagai macam formulir isian dan mengirimkannya sebelum jadwal interview.

Saya pun berhasil mendapatkan tiket Padang-Jakarta. Pada hari H, saya langsung berangkat ke kantor B dari bandara, lengkap dengan gembolan besar karena saya berniat menginap di Jakarta selama 1 malam. Sesampai di kantor B dan melewati pengamanan yang sangat lemah, saya menuju resepsionis. Saya meminta supaya bisa tertemu dengan A.

Setengah jam menunggu, A keluar. Hebatnya, dia lupa siapa saya dan dia bahkan tidak ingat kalau dia menjadwalkan interview buat saya pada hari itu. Saya langsung tahu bahwa saya tak ingin bekerja di perusahaan seperti itu. Karena tak ingin menghakimi mereka, saya pun melanjutkan sesi interview.

Sesi pertama diisi oleh tes psikologi menggambar pohon dan kepribadian dengan buku soal yang sudah sangat lecek. Kertas jawaban saya pun berupa kertas bekas yang dibaliknya sudah ada tulisan. Tapi saya berprasangka baik bahwa mereka sedang melestarikan lingkungan dengan menghemat kertas. Bagus juga, paling gak, saya gak melihat poster-poster kertas tentang penghematan kertas di bagian kantor itu. Di tempat lain, saya pernah menemukan kampanye penghematan kertas yang ternyata malah boros kertas. Iya kalau kertas daur ulang, itu malah pakai kertas baru HVS 80 gram yang biasa dipakai untuk fotokopi.

Sesi kedua adalah wawancara teknikal. Semuanya berjalan lancar walaupun calon user saya mengatakan berkali-kali bahwa dia takut saya tidak betah bekerja di sana. Satu engineer yang lebih muda juga hadir pada waktu itu. Saya cukup respek padanya karena logikanya bagus. Saya harap dia akan mendapat karir yang cemerlang di masa mendatang.

Sesi ketiga seharusnya dengan A lagi, tapi tidak jadi karena A sudah pergi ke mall. Lalu A digantikan oleh F. Pada awalnya, F terlihat simpatik dan lebih berpendidikan. Saya mulai terganggu ketika saya menanyakan apa yang dia suka dari bekerja di Kantor B. Dia mengatakan bahwa jadwal di kantor B sangat fleksibel dan itu cocok untuk dia karena dia perempuan seraya mengangkat alis dan meninggikan suara. Saya menangkap kesan bahwa dia ingin menyindir saya. Kemudian, saya buru-buru berpikiran positif bahwa dia hanya mengungkapkan isi pikirannya.

Kemudian dia sampai di bagian latar belakang pendidikan. Saya menyebutkan bahwa saya lulusan ITB. F dengan tangkas menyebutkan bahwa dia tidak terlalu suka menerima anak ITB dan UI. Menurutnya, lulusan ITB dan UI adalah overrated, alias gak pintar-pintar amat dan pemalas. Dia agak oke dengan lulusan UGM dan ITS. Katanya, dia lebih suka lulusan univeritas yang tidak terlalu terkenal, seperti Unand, USU, dan lain-lain. Uh, enak saja si F ini, Unand dan USU itu adalah salah dua universitas besar yang berada di luar Pulau Jawa. 

Saya hanya tertawa saja mendengar ocehan si F ini. Dia mungkin bermaksud merendahkan ITB dan UI saja, tapi secara dia secara tidak langsung juga merendahkan universitas selain ITB dan UI itu sebagai universitas kelas dua. Lulusan ITB dan UI banyak yang bagus kok, sama seperti lulusan universitas lainnya. Jika kepribadian mereka kurang bagus, mungkin itu faktor lain.

Saya jadi penasaran sendiri dengan almamaternya di F ini. Sayang sekali saya tidak mendapatkan nama lengkapnya sehingga tidak bisa dilacak di Linkedin. Setelah interview, saya pun sempat mencari profil beberapa karyawan yang bekerja di B ini, ternyata kebanyakan mereka memang berasal dari universitas yang tidak terlalu terkenal. Saya sama sekali tidak menganggap rendah mereka yang berasal dari universitas yang tidak terlalu terkenal, saya hanya bingung dengan sikap F yang seolah menyimpan dendam kepada lulusan ITB dan UI. Mau jadi apa perusahaan ini jika HR-nya seperti F ini?

Satu hal lagi tentang interview di B ini: saya bahkan tidak disuguhi minuman apalagi makan siang, mengingat jadwal interview ini melewati jam makan siang. Saya sempat minum air mineral yang saya bawa sendiri di depan F, tapi HR jumawa ini tidak bergeming atau merasa bersalah sedikit pun.

Ah, kalau begitu caranya, selama masih ada F di situ dan kultur mereka masih begitu, saya rasa PT B tak akan maju-maju.

Dan hasilnya? Saya berharap mereka tak memanggil saya lagi karena saya takut juga mengalami dilema jika diberi tawaran yang tak saya inginkan sementara saya butuh pekerjaan. Allah Mengabulkan doa saya, sampai detik ini, mereka tak pernah lagi menghubungi saya.

Perusahaan D
Perusahaan D adalah salah satu target utama saya sebenarnya. Ketika mendapatkan info lowongan, saya mengirimkan aplikasi. Seminggu kemudian pada suatu hari Jumat, Ibu R mengubungi saya lewat telepon untuk menjadwalkan interview pada hari Kamis di pecan selanjutnya.

Saya segera memesan tiket ke Jakarta dan mem-booking penginapan. Hari Sabtu dan Minggu saya isi dengan belajar.

Senin pagi, saya mendapat email pembatalan interview. Iya, hanya email saja. Interview dibatalkan, tapi saya kan sudah memesan tiket dan segala macam?

Saya lalu menelpon Ibu R lagi, dia mengatakan bahwa interview saya dibatalkan bahwa mereka sudah mengubah kualifikasi. Saya meminta penjelasan lebih lanjut, tapi mereka mengatakan bahwa itu adalah keputusan dari user.

Saya lalu menanyakan bagaimana dengan tiket pesawat saya, apakah akan diganti, mengingat saya memesan tiket karena mereka memanggil saya interview. Ibu R dengan datar mengatakan bahwa saya dan perusahaan D tidak membuat kesepakatan tentang penggantian tiket sebelumnya. Saya mengatakan bahwa sudah ada kesepakatan sebelumnya, yaitu pada waktu mereka mengirimkan jadwal interview dan ketika saya meng-accept-nya. Memangnya mau kesepatakan apa lagi? Apa interview juga harus dengan surat bermaterai untuk membuatnya sah di mata hukum?

Saya juga mengatakan kepada Ibu R bahwa saya tidak berkeberatan tiketnya tidak diganti, tapi beri saya kesempatan untuk interview.

Ibu R menjanjikan akan menindaklanjuti semuanya. Dan sampai tulisan ini dibuat, saya belum mendengar kabar apa-apa lagi tentang penggantian tiket saya. Harga tiket itu cukup mahal, yaitu satu bulan biaya makan saya.

Belakangan saya tahu dari teman yang bekerja di perusahaan itu bahwa interview saya dibatalkan karena 2 alasan, yaitu saya lebih dekat ke process safety engineer daripada process engineer, walaupun pengalaman saya sebagai process engineer lebih lama dibandingkan process safety engineer. Alasan lain kedua adalah bahwa mereka lebih mengutamakan kandidat dari Jabodetabek.

Saya bisa mengerti alasan yang pertama, tapi saya benar-benar gagal paham dengan alasan yang kedua. Apakah ada regulasi tentang itu? Saya belum pernah mendengarnya.

Dan jika uang ganti transportasi adalah penyebabnya, mengapa mereka memanggil saya. Dan setelah tiket terbeli, saya pun rela tiket tidak diganti asalkan diberi kesempatan interview, mereka lagi-lagi tidak mau.

Kata orang tua saya, relakan dan ikhlaskan saja demi kedamaian hati saya sendiri. Yang namanya bukan rezeki, ada saja jalannya untuk tidak jadi menuju kesana. Saya menurut karena itulah yang paling membuat saya menjadi lebih plong dan jauh lebih tenang.

Akhirnya, tiket itu saya pakai untuk jalan-jalan saja ke Jakarta.

Jalan-jalan ke Kota Tua

Sekarang, setelah semuanya berlalu, saya sudah bisa menertawakan semuanya. Saya makin percaya bahwa semuanya ada yang mengatur. Tak hanya membuat pikiran saya lebih ringan, tapi saya juga menyadari bahwa ada hal-hal yang berada di luar kontrol saya. Saya tak harus merasa bersalah atau merasa gagal karena itu bukanlah kewenangan saya. Saya wajib berusaha, tapi Allah lah yang menentukan semuanya. Saya juga tahu bahwa Allah sedang Mendidik saya yang tidak sabaran ini untuk menjadi pribadi yang kalem menghadapi hal-hal yang tidak sesuai dengan value saya yang saya hargai.

***


Apakah semua interview yang gagal itu berakhir drama? Tidak juga. Ada satu interview yang membuat saya jadi respek kepada recruiter-nya. 
Read more

Sunday, March 26, 2017

Jobless Saga - 2: Berusaha Menerima

Salah satu kenangan di TCC

Setelah mengetahui bahwa saya akan di-layoff, saya berusaha untuk tetap positif dan tetap tenang. Sore itu, saya langsung pergi facial dan dilanjutkan dengan memanjakan diri sendiri. Saya harus siap dengan keadaan ini secara mental, dan tentu saja fisik. Saya berharap supaya selalu diberi kesehatan fisik dan mental untuk semua ini.

Walaupun begitu, sesampainya di kamar, saya menangis sejadi-jadinya. Saya kecewa dengan keadaan. Mengapa harus saya? Saya berusaha profesional dalam bekerja. Saya tak pernah membuang waktu kerja dengan pergi sarapan lama-lama. Kadang-kadang, saya juga keluar lebih lama pada istirahat siang, tapi itu selalu mendapat ijin dari atasan saya sebelumnya. Saya pun selalu memasukkan jumlah reimburse pemakaian uang kantor sesuai angka yang saya bayar. Dan saya sangat hati-hati dalam bekerja.

Dunia rasanya tidak adil!

Dan entah kenapa, setelah berpikir panjang. Malam itu juga saya kembali positif. Saya kemudian yakin semua ada maksud dan hikmahnya. Mungkin ada hal yang lebih baik dipersiapkan untuk saya. Toh, saya juga bukan orang yang bego juga dalam bekerja. Dengan pengalaman dan segala kualifikasi yang saya punya, saya yakin saya akan segera mendapatkan pekerjaan baru. Saya sangat percaya bahwa saya bisa menawarkan banyak hal untuk perusahaan lain. Dan setelah meng-google, ternyata layoff dapat terjadi pada siapa saja. Jangankan layoff, orang-orang terbaik pun dalam bidangnya bahkan bisa dipecat dengan berbagai alasan.

Tak ada hal yang memalukan dari semua itu. Pemutusan hubungan kerja atau layoff ini hanyalah salah satu dari bagian hidup. Mungkin tak terjadi pada semua orang, tapi ini sangatlah normal. Saya sengaja tidak memberi kabar kepada keluarga di kampung halaman karena tidak ingin membuat mereka kuatir.

Jika ditotalkan, jumlah karyawan yang di-layoff mungkin mencapai 70% dari semuanya. Kompensasi yang diberikan juga berbeda-beda sesuai dengan apa yang tertulis di dalam kontrak mereka. Ada yang biasa saja, dan ada pula yang ‘wah’. Tapi yah begitulah, rejeki seseorang memang ada yang mengatur, terlepas orang tersebut profesional atau tidak dalam bekerja.

Hampir semua orang ditawarkan (baca: dipaksa) untuk keluar dari perusahaan. Jika keadaan industri migas baik-baik saja, saya yakin semua orang akan rela mengambil paket perpisahan. Tapi dengan harga minyak yang jatuh bebas, tentu rasanya lebih baik menetap, apalagi kompensasi dan benefit dan diberi perusahaan relatif bagus.

Saya keluar di kloter ke-2. Jadi, pada hari terakhir saya di kantor, masih ada banyak kolega yang mengucapkan selamat jalan dan menyiapkan pesta perpisahan. Mereka akan meninggalkan pekerjaannya beberapa minggu setelah saya.

Menjelang hari terakhir saya di kantor, rasanya saya sudah tak bisa konsentrasi penuh lagi dalam bekerja. Saya hanya sibuk mem-backup data dan tentu saja mengirimkan aplikasi ke berbagai tempat. Semangat dan rasa percaya diri saya masih tinggi pada waktu ini. Beberapa kali saya sempat berpikir bahwa mungkin saja saya tak akan bertemu lagi dengan beberapa orang kolega setelah ini.

Dan saya pun ingin membuat kenangan yang baik di kantor, dengan kolega, terutama dengan mereka yang sudah ‘naik pangkat’ menjadi teman. Ada beberapa drama kecil pula yang sempat terjadi pada masa ini, tapi saya lebih memilih tidak mengungkit hal-hal itu. Ah, entahlah, di saat orang lain sedang kesusahan, masih ada saja orang yang menciptakan drama tak penting. Saya berharap saya tidak akan bertemu kolega seperti itu di masa mendatang. Cukup sudah!

Sampai hari terakhir, belum ada juga kabar dari aplikasi yang sudah saya kirim. Saya sebenarnya mengirim ke banyak perusahaan, termasuk yang berada di luar sektor migas, seperti consumer goods, kontraktor, EPC, bahkan PBB. Tapi saya masih bersemangat dan tetap percaya diri, saya yakin Allah tak akan membiarkan saya dalam keadaan ini berlama-lama.

Pada hari Jumat itu, saya datang ke kantor dengan perasaan bercampur aduk. Pada hari itu, saya bertekad melakukan hal-hal yang tak biasanya saya lakukan, antara lain datang terlambat dan pergi menonton ke bioskop pada saat jam kerja. Saya pun akhirnya memberanikan diri bertanya ke MV, bos disiplin tetangga perihal kenapa dia selalu memakai kemeja putih setiap hari, seolah-olah dia tak punya baju lain. Saya sudah penasaran selama berbulan-bulan, hihi. Sedikit OOT, MV ini adalah versi sangat senior dari TvT. Maka tak heran dia sering menarik perhatian saya, ups, haha. O, iya, menurut MV, orang-orang yang berada pada pucuk kepemimpinan perusahaan punya dresscode sendiri, yaitu kemeja putih, celana gelap, dan berdasi merah. Itu alasan MV memakai kemeja putih dan celana gelap, karena dia ingin mencapai top-level management. OK deh, Pak...! :)

Dan di Jumat itu pada sore harinya, saya melangkah keluar gate untuk terakhir kalinya, diantarkan oleh Pak Satpam dengan memakai lift VIP, yang sehari-harinya hanya dipakai oleh presiden direktur dan wakil-wakilnya. Dari kantor, saya diantarkan oleh teman saya yang bela-belain bawa mobil dari rumah. Thanks, Wan.

Dan pada hari Jumat itu yang ternyata bertepatan dengan hari ulang tahun saya, saya menyandang status pengangguran. Miris? Iya banget, masa kado ulang tahunnya menjadi pengangguran? Huhuhu.

Tapi sudahlah, semakin dipikirkan semakin menambah kesedihan. Lebih baik memikirkan hikmah yang ternyata juga sangat susah ditemukan pada waktu itu :)…

What's next? The drama continued...
Read more

Friday, March 24, 2017

Jobless Saga - 1: Pengumuman

Pura-pura Kerja :P

Siang itu, saya makan siang seperti biasanya. Dengan lauk yang saya bawa sendiri dari rumah. Saya tidak keluar untuk makan siang waktu itu, lebih memilih duduk di pantry dan menonton TV.

Saya baru saja mendapatkan posisi full-time sebagai process safety engineer. Sebelumnya saya adalah process engineer di perusahaan yang sama. Tapi keinginan hati saya adalah di bidang process safety karena saya lebih peduli tentang bagaimana cara melindungi orang, asset perusahaan, lingkungan dan reputasi perusahaan. Itu adalah tugas utama seorang process safety engineer.

Dan saya sangat beruntung, supervisor saya di process engineering sangatlah suportif. Dan calon supervisor saya di process safety engineering juga sangat menyambut niat baik saya. Dan jadilah saya bermigrasi dengan lancar.

Saya merasa tahun 2016 adalah tahun kemenangan saya karena sepertinya alam semesta bekerja sama untuk mewujudkan keinginan saya. Akhirnya saya bisa mengerjakan apa yang benar-benar saya sukai.

Sambil makan, saya mengobrol dengan beberapa admin. Beberapa dari mereka sudah tidak ada lagi di kantor karena sudah di-layoff. Walaupun menurut saya jumlah admin terlalu banyak di kantor dan saya tidak terlalu dekat dengan mereka, saya merasa kehilangan juga. Betapa tidak, kami sudah berinteraksi tiap hari dan saya terbiasa dengan kehadiran mereka. Dan tiba-tiba saja mereka harus pergi.

Isu layoff memang santer di kantor sejak Presiden Jokowi mengumumkan bahwa pemerintah mendukung pengembangan blok gas Masela dengan skema onshore, bukan FLNG seperti yang disiapkan oleh perusahaan tempat saya bekerja.

Setelah makan siang, saya kembali ke kubikel dan meneruskan pekerjaan. Sekitar jam 2 siang, saya menerima email dari HR. Setelah itu, saya menyadari bahwa saya harus mencari pekerjaan baru...

Bagaimana rasanya menjadi pengangguran alias jobless?

Buat yang menginginkan untuk tidak bekerja, tentu akan sangat menggembirakan. Tapi buat saya yang sedang giat-giatnya bekerja untuk hal yang saya senangi, ini tentu lah sangat menyesakkan.


Pemutusan hubungan kerja itu ternyata hanya awal dari rentetan drama yang akan menyusul selanjutnya…
Read more

Saturday, March 4, 2017

Bismillah, Postingan Pertama

Setelah sekian lama mengutak-atik tampilan blog ini, akhirnya saya puas. Masih banyak yang perlu saya ubah, tapi untuk saat ini sudah cukup.

Satu hal yang saya suka dari blog di Blogger adalah keleluasaan untuk mengubah setting-annya. Saya harus belajar html, CSS, dan berbagai skrip lainnya. Sebagai orang yang sangat awam dengan semua ini, saya harus belajar dari awal. Sekarang, saya sudah bisa mengutak-atik warna :)

Template blog ini saya ambil dari Arlina Design, yang terkenal di dunia per-blog-an. Tak hanya memberikan template gratis, Arlina Design juga memberikan tutorial dan troubleshooting sehubungan dengan blog. Saya termasuk penggemar template Arlina karena design-nya yang sederhana, ringan dan tentu saja responsive. Template yang saya gunakan untuk blog ini adalah Invision, yang dikeluarkan tahun 2016 silam. 

Berikut adalah tampilan blog ini pada beberapa gadget yang saya cek di ami.responsive.design.is;



Apa itu template responsive? Template responsive adalah jenis template yang bisa menyesuaikan sendiri tampilannya sesuai dengan device yang dipakai. Tanpa template responsive, tulisan yang muncul di tampilan gadget berlayar kecil akan terlihat mungil sekali. Dengan template ini, kita tidak perlu melakukan zoom-in sewaktu membaca blog pada tampilan smartphone atau tablet. Template responsive, menurut saya, cukup wajib sekarang ini karena banyak para pembaca yang menggunakan smartphone untuk blogwalking.

Ini adalah blog aktif saya yang kedua. Blog lain yang juga saya maintain sekarang ini adalah blog dengan niche jalan-jalan di Wordpress, yaitu:



Happy blogwalking!
Read more

Test 8


Template blog ini saya ambil dari Arlina Design, yang terkenal di dunia per-blog-an. Saya termasuk penggemar template Arlina Karena design-nya yang sederhana, ringan dan tentu saja responsive. Template yang saya gunakan untuk blog ini adalah Minima Colored Responsive 2.1. Versi originalnya didominasi warna merah dan hitam, yang kemudian saya ubah menjadi warna-warna pastel.
Read more

Post 7



Apa itu template responsiveTemplate responsive adalah jenis template yang bisa menyesuaikan sendiri tampilannya sesuai dengan device yang dipakai. Tanpa template responsive, tulisan yang muncul di tampilan gadget berlayar kecil akan terlihat mungil sekali. Dengan template ini, kita tidak perlu melakukan zoom-in atau menggeser-geser scroll bar sewaktu membaca blog pada tampilan smartphone atau tablet. Template responsive, menurut saya, cukup wajib sekarang ini karena banyak para pembaca yang menggunakan smartphone untuk blogwalking. 


Berikut adalah hasil pengecekan tampilan blog saya di http://ami.responsivedesign.is pada beberapa jenis gadget,
Read more

Post 6

Apa itu template responsiveTemplate responsive adalah jenis template yang bisa menyesuaikan sendiri tampilannya sesuai dengan device yang dipakai. Tanpa template responsive, tulisan yang muncul di tampilan gadget berlayar kecil akan terlihat mungil sekali. Dengan template ini, kita tidak perlu melakukan zoom-in atau menggeser-geser scroll bar sewaktu membaca blog pada tampilan smartphone atau tablet. Template responsive, menurut saya, cukup wajib sekarang ini karena banyak para pembaca yang menggunakan smartphone untuk blogwalking. 
Read more

Post 5



Apa itu template responsiveTemplate responsive adalah jenis template yang bisa menyesuaikan sendiri tampilannya sesuai dengan device yang dipakai. Tanpa template responsive, tulisan yang muncul di tampilan gadget berlayar kecil akan terlihat mungil sekali. Dengan template ini, kita tidak perlu melakukan zoom-in atau menggeser-geser scroll bar sewaktu membaca blog pada tampilan smartphone atau tablet. Template responsive, menurut saya, cukup wajib sekarang ini karena banyak para pembaca yang menggunakan smartphone untuk blogwalking. 

Read more

Post 4

Setelah sekian lama mengutak-atik tampilan blog ini, akhirnya saya puas. Masih banyak hal yang perlu saya ubah, tapi untuk saat ini sudah cukup.

Satu hal yang saya suka dari blog di Blogger adalah keleluasaan untuk mengubah settingan-nya. Saya harus belajar html, CSS, dan berbagai skrip lainnya. Sebagai orang yang sangat awam dengan semua ini, saya harus belajar dari awal. Sekarang, saya sudah bisa mengutak-atik warna 😉


Template blog ini saya ambil dari Arlina Design, yang sangat terkenal di dunia per-blog-an Indonesia. Saya termasuk penggemar template Arlina karena design-nya yang sederhana, ringan dan tentu saja responsive. Template yang saya gunakan untuk blog ini adalah Minima Colored Responsive 2.1. Versi originalnya didominasi warna merah dan hitam, yang kemudian saya ubah menjadi warna-warna pastel.
Read more

Post 3

Apa itu template responsiveTemplate responsive adalah jenis template yang bisa menyesuaikan sendiri tampilannya sesuai dengan device yang dipakai. Tanpa template responsive, tulisan yang muncul di tampilan gadget berlayar kecil akan terlihat mungil sekali. Dengan template ini, kita tidak perlu melakukan zoom-in atau menggeser-geser scroll bar sewaktu membaca blog pada tampilan smartphone atau tablet. Template responsive, menurut saya, cukup wajib sekarang ini karena banyak para pembaca yang menggunakan smartphone untuk blogwalking. 
Read more

Post 2


Satu hal yang saya suka dari blog di Blogger adalah keleluasaan untuk mengubah settingan-nya. Saya harus belajar html, CSS, dan berbagai skrip lainnya. Sebagai orang yang sangat awam dengan semua ini, saya harus belajar dari awal. Sekarang, saya sudah bisa mengutak-atik warna 😉
Read more