Pagi itu saya sedang
dalam proses untuk mendapatkan akses untuk sebuah folder. Setelah korespondensi
yang cukup berbelit, akhirnya saya dihubungi oleh seorang teknisi IT. Dia
seorang perempuan muda. Sebelumnya, dia sudah sering menghubungi saya untuk memberikan
support IT.
Mbak atau Ibu? |
Dan kira-kira
pembicaraan kami: Santi (S), IT Lady (IT)
S: Bu IT, saya perlu
akses ke Folder V, mohon dibantu, saya sudah kirim tiketnya.
IT: Baik, Bu. Tunggu
sebentar ya.
S: Iya.
Setelah sekitar 2
menit menunggu,
IT: Matriksnya berapa,
Bun?
Mmm, saya pikir dia
salah alamat. Tapi karena urusan saya harus segera, saya menanggapi.
S: “Matriksnya berapa,
Bun?” --> ini salah alamat?
IT: Iya, Bun. Kalo
minta akses folder harus ada matriksnya gitu.
Ternyata benar ditujukan untuk saya. Whattt??? Berasa
online shop, deh….
S: Agak aneh ya
dipanggil Bun. Berasa online shop. Panggil Mbak aja.
IT: Oh, kalau gitu
panggil saya Mbak jugaaaa…
Saya hanya menghela
nafas. Ini lingkungan profesional. Di samping itu, saya sama sekali tidak kenal
dengan dia. Dan saya dipanggil Bunda. Terlepas dari seseorang punya anak atau
tidak, ingin jadi Ibu atau tidak, yang saya tahu, tidak semua wanita nyaman
dipanggil Bunda.
Di luar pun, seperti di mall, pasar atau toko, saya juga tidak suka dengan panggilan ban bun ban bun.
Sebelumnya, saya
mempunyai beragam macam panggilan di lingkungan kantor. Mulai dari nama
sendiri, Ibu, Mba, Uni, Uni Ajo (karena saya sering jadi koordinator pemesanan
sate Ajo Ramon, haha). Saya tidak keberatan dengan semua itu.
Tapi dipanggil Bunda baru sekarang ini. Bukannya tidak mau menjadi Bunda, saya hanya tak mau dipanggil Bunda oleh sembarangan orang, dan tentunya bukan oleh teknisi IT ini.
Tapi dipanggil Bunda baru sekarang ini. Bukannya tidak mau menjadi Bunda, saya hanya tak mau dipanggil Bunda oleh sembarangan orang, dan tentunya bukan oleh teknisi IT ini.
Entahlah, mungkin saya
yang terlalu kaku atau lingkungan kerja ini yang terlalu cair…
Dan entahlah, kadangkala seseorang memanggil orang lain dengan harapan ingin menghormati atau mendoakan. Jika yang dipanggil tidak menyukai 'penghormatan' atau tidak nyaman dengan 'doa' tersebut, mengapa masih diteruskan?
0 comments